Mendikbud: Kuliah Di Harvard Menjadikan Saya Wirausahawan

Mendikbud: Kuliah Di Harvard Menjadikan Saya Wirausahawan

Nadiem Makarim dan Iqbaal Ramadhan IG Live

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim menceritakan pengalamannya ketika mengambil program Magister Business Administration di Harvard Business School. Saat kuliah di sana, hal itu mendorong Nadiem mengubah haluan menjadi seorang wirausahawan.


"Saat kuliah di Harvard, saya juga mempelajari ratusan kasus bisnis dari berbagai perusahaan, baik yang sukses maupun gagal. Saya juga mengamati banyak kawan di Harvard yang menjadi entrepreneur," ungkap Nadiem melansir laman ITB, Selasa (22/12/2020).


Nadiem melihat, pada kala itu tukang ojek memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Dengan teknologi merupakan cara yang efisien untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia.


"Potensi manusia jauh lebih besar dari yang kita kira, karena itu kita harus menemukan tujuan dalam hidup sehingga potensi kita menjadi jauh berkembang," jelas dia.


Dia menekankan, pengalaman pribadi yang diperoleh dari Harvard itu membuat dirinya mampu membentuk karakter dan memiliki jiwa pemimpin.


"Jadi pendidikan itu membebaskan dan memerdekakan yang bisa mengasah kemampuan kepemimpinan seorang siswa maupun mahasiswa," ungkap Nadiem.


Maka dari itu, dia mengaku, transformasi pendidikan bisa dilakukan, jika budaya mengajar yang memerdekakan bisa diterapkan di sekolah maupun perguruan tinggi.


"Perlu inovasi yang menghasilkan disrupsi untuk melakukan transformasi pada dunia pendidikan di Indonesia," tukas Nadiem.


Program guru penggerak

Nadiem pernah mengatakan, Guru Penggerak merupakan ujung tombak perubahan transformasi pendidikan Indonesia.


"Diharapkan program ini dapat mendukung tumbuh kembang siswa secara holistik," ucap Nadiem.


Nadiem mengungkapkan, Guru Penggerak sendiri adalah program pelatihan, identifikasi dan pembibitan calon pemimpin pendidikan di masa depan. Program ini memang bagian dari agenda Merdeka Belajar.


Terkait arah program Guru Penggerak, Nadiem berkata, akan berfokus pada pedagogi atau seni dalam menjadi seorang guru, serta berpusat pada siswa dan pengembangan holistik.


Pada kesempatan itu, Nadiem menjelaskan, tenaga pendidik dalam Guru Penggerak bukan hanya guru yang baik, tetapi punya kemampuan berinovasi dan mendorong tumbuh kembang murid


"Bukan hanya bertumbuh di kelas, tetapi juga tumbuh secara holistik mengikuti profil Pelajar Pancasila," ucap Nadiem.


Adapun pelajar Pancasila sendiri adalah capaian dari program Merdeka belajar yang diidentifikasi menjadi enam profil utama.


“Enam profil utama itu terdiri dari mempunyai rasa bertakwa kepada Tuhan, kreatif dan adaptif terhadap perubahan, kemampuan gotong royong dan berkolaborasi, mempunyai rasa kebhinekaan, bernalar kritis, dan mandiri,” jelas Nadiem.


[Source: Kompas]

Generasi Muda, Seperti Ini Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila

Generasi Muda, Seperti Ini Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila

Ilustrasi pemuda. Sekelompok anak muda memegang bendera merah putih di puncak gunung, menatap matahari terbit.

KOMPAS.com - Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki keragaman pada masyarakatnya. Ada banyak suku, agama, ras, kelompok maupun budaya di dalamnya.


Namun, semua itu bisa disatukan dengan Pancasila. Pada dasarnya keberagaman suku bangsa, bahasa, dan budaya di Indonesia lahir lebih dulu ketimbang negara Indonesia.


Karena itu dibutuhkan pondasi yang kuat untuk menyatukan dan melindung keberagaman, yaitu Pancasila itu sendiri.


Demikian disampaikan Dr. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum., Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga ( Unair) pada "Kursus Kader kebangsaan Tingkat Dasar Gen Z" yang digelar di Universitas Negeri Surabaya ( Unesa) beberapa waktu lalu.


Menurutnya, negara Indonesia adalah rumah yang nyaman untuk keberagaaman suku bangsa, ras dan agama, karena sangat kuatnya pondasi Pancasila dan pilar kebangsaan.


Namun sebaliknya, ia mengatakan situasi kebangsaan Indonesia saat ini berada pada titik krusial yang memperlemah wawasan kebangsaan, yakni menguatnya intoleransi sosial, radikalisme dan primordialisme.


Itulah sebabnya, menguatkan wawasan kebangsaan pada masyarakat Indonesia sangat penting untuk dilakukan.


"Apa wawasan kebangsaan itu? Yakni cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan yang mengutamakan persatuan dan kesatuan," terangnya seperti dikutip dari laman Unesa, Sabtu (19/12/2020).


"Tentu dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Generasi muda harus paham wawasan kebangsaan sebagai kekuatan mempersatukan bangsa," imbuhnya.


Dijelaskan, berbicara tentang bangsa, maka berbicara pula tentang budaya. Ia mengatakan bangsa Indonesia adalah sebuah komitmen dan kesepakatan yang terdiri atas berbagai etnik dan pemeluk agama yang tersusun menjadi satu kesatuan.


Adapun setiap suku bangsa memiliki ciri atau karakter tersendiri, dalam aspek sosial maupun budaya.


"Generasi muda diharapkan mampu melestarikan budaya yang telah menjadi karakter bangsa," tegasnya.


Untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, maka seluruh generasi muda harus:


1. bangga menjadi warga negara Indonesia


2. turut menjadi bagian dari pewaris budaya


3. lebih mengenal budaya dari etnik lain


4. menguatkan identitas bangsa serta mengharumkan nama bangsa melalui prestasi


[Source: Kompas]